Si Dol nang Bali

Si Dol nang Bali

(Study Excursion to Bali Island)

by Nur Hidayatin PSAL. Angkatan 2017

Kenapa sih, orang luar negeri lebih suka berwisata ke Bali? Padahal, masih banyak kota-kota di Indonesia yang lebih besar dan lebih nyeni. Seperti halnya ketika ada pertanyaan dari bule Indonesia itu sebelah mananya pulau Bali? Jawaban itu aku dapatkan setelah berkesempatan mengunjungi Bali untuk pertama kali dalam rangka study excursion (SE) yang diadakan Fakultas Pertanian Unitri. SE bertajuk ‘Si dol nang Bali’ (belajar dan jalan-jalan ke Bali) ini diikuti oleh 5 program studi. Yakni, Agribisnis, Agroteknologi, Arsitektur Lanskap, Teknologu Industri Pertanian, dan Peternakan.
Perjalanan darat menuju pelabuhan gili ketapang Banyuwangi memakan waktu sekitar 10 jam lamanya ditambah makan malam di Situbondo. Perjalanan laut dilakukan menggunakan kapal ferri melewati selat Bali. Dan finnaly kita sampai di Pulau Dewata pada pukul tiga pagi. Sebelum menuju tempat kunjungan kami singgah ke Kertalangu untuk mandi dan sarapan pagi. Dari sana setiap perjalanan kami dipandu oleh seorang ‘bli’ abang dalam bahasa Bali atau istilah mudahnya tour guide. Kami Prodi Arsitektur Lanskap dan Agribisnis melakukan kunjungan ke Universitas Udayana tepatnya ke laboratorium pertanian mereka. Khususnya kami Prodi Arsitektur Lanskap yang bertemu teman-teman arsitektur lanskap (himarskap) Udayana. Kami sharing dan menceritakan agenda kegiatan yang akan dilaksanakan. Karena keasyikan kami masih ingin lebih lama bercengkrama tapi sudah dipanggil untuk meneruskan perjalanan. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan. Ada satu quotes yang aku dapatkan dari sharing tadi “karya adalah roh” maksudnya setiap kita berkarya atau bekerja dengan ikhlas maka akan ada manfaatnya.

Next, makan siang di Hawai lalu kunjungan ke ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) Nusa Dua. Kawasan perhotelan mewah yang berada di bagian selatan Pulau Bali. Disana kita belajar perencanaan, perancangan, dan pengelolaan lanskap yang baik. Khususnya daerah pesisir serta pengolahan limbah. Pengelolaan lingkungan hotel yang yang menggunakan prinsip 35% bangunan dan sisanya adalah ruang terbuka hijau. Selain itu kita juga diajarkan konsep Tri Hita Karana ( 3 hal yang menyebabkan kebahagiaan), Panca Mahabuta (5 elemen dasar : air, udara, ruang, sinar, batu), dan Catur Warna (pemilihan warna sesuai arah mata angin) yang selalu diterapkan di setiap desain rancangan mereka. Pengembangan pariwisata di Bali yang mengedepankan budaya (local wisdom) seharusnya dapat ditiru oleh kota-kota lainnya di Indonesia.


Menjelang sore kita menikmati indahnya sunset Pantai Kuta. Walau ekspektasiku terlalu tinggi soal pantainya. Setidaknya, matahari tenggelam dengan menawan. Well, lagi- lagi belum sempurna petang kita sudah diminta kembali ke parkiran.


Tak disangka di tengah perjalanan angkot yang kita tumpangi mogok, untungnya setelah didorong puluhan meter dapat menyala lagi. Drama kembali terjadi ketika kita harus menunggu bis yang terjebak bis lainnya. Tahu gitu kan, kita nggak buru-buru balik dari Krisnanya (tempat perbelanjaan oleh-oleh).
Pukul setengah sembilan malam kita sampai di penginapan Mahatma Residence. Setelah makan kita diberi kebebasan waktu untuk istirahat atau masih mau jalan-jalan di sekitaran. Awalnya aku dan beberapa kawan keluar untuk jalan-jalaan, tapi karena nggak punya tujuan akhirnya kita balik ke kamar lalu aku tidur (sambil nonton tv) dan kawan-kawanku main kartu.
Hari kedua saatnya ‘dolan (jalan-jalan). Pertama kita ke Pantai Pandawa. Di samping adanya relief Pandawa Lima di tebing menuju pantai, pantai ini juga memiliki cerita seperti para pandawa menemukan air kehidupan. Singkat cerita, awal mulanya daerah ini kesulitan terhadap air bersih sehingga menjadi kawasan miskin yang jarang ditinggali. Tetapi setelah berganti beberapa kepemimpinan kawasan pantainya diperbaiki dan akses jalannya di permudah hingga banyak wisatawan yang datang serta menjadikan kawasan yang kaya dari objek wisatanya. First impression, pantai ini cantik. Paduan warna laut tosca dengan birunya langit membuat mata terpesona. Sayangnya batas waktu kunjungan hanya satu jam. Jadi, aku hanya berswafoto, menyusuri pasir putih, dan mengunjungi menara penjaga pantai itu pun hanya diluar karena nggak bisa masuk ke atas.


Destinasi berikutnya Bedugul, kawasan wisata danau dan gunung yang berlokasi di kabupaten Tabanan. Tapi sebelum tiba kami mampir dulu di Cening Ayu (pusat oleh-oleh) dengan jajanan khasnya pie susu. Padahal, Bali itu terkenal dengan kacangnya. Lanjut ke cerita Bedugul. Bedugul itu terdiri dari dua kata yakni bedug dan gul. Bedug merupakan alat penanda masuknya waktu sembahyang untuk umat muslim. Dan Gul-Gul kegiatan oleh umat hindu. Jadi, di Bedugul terdapat Pura Ulun Danu Bratan, Kebun Raya Bali, serta masjid. Pemandangannya indah juga hawa sejuk karena berada di daerah ketinggian. Berbeda dengan kawasan pesisir yang panasnya bikin kulit gelap seketika. Ada beberapa aktivitas yang ditawarkan. Antara lain, mengelilingi danau dengan speed boat atau sepeda air, berkunjung ke daerah puran dan taman di depannya, atau berbelanja di pasarnya. Karena keterbatasan waktu, kita harus memilih salah satu. Sebenarnya aku dan temanku ingin memotret seperti dalam uang pecahan lima puluh ribuan. Ah sudahlah, akhirnya kunikmati pemandangan danau Beratan dari ketinggian tepatnya dari pelataran masjid.

Kunjungan terakhir ke pusat oleh-oleh Joger pabrik kata-kata. Terdengar audio di tokonya “membeli tidak membeli tetap thank you”. Keunikan quotes atau kata-kata dalam setiap desainnya membuat produk Joger terkenal di Bali. Bersyukur sih, badan aku kecil jadi bisa beli ukuran anak-anak dengan harga sedikit lebih murah daripada ukuran dewasa (ups).
Saatnya kembali ke Pulau Jawa artinya perjalanan ditemani bli berakhir disini pula. Banyaknya informasi serta candaan yang disampaikan membuat kami terhibur selama perjalanan.

Oh iya, soal kenapa wisatawan mancanegara memfavoritkan Bali sebagai kunjungan wisata? Jawabannya, Bali itu hijau. Disana memandang langit sebagai objek wisata. Tak ada gedung dengan ketinggian melebihi lima belas meter. Tak ada pedagang dengan rombong di belakang (ini pengamatan aku). Penerpaan Tri Hita Karana pada setiap bangunan khususnya rumah warga. Orang Bali juga kental budayanya mereka menekankan ‘budaya sebagai wisata’ bukan sebaliknya. Fyi, di Bali bunga kamboja sebagai bentuk kesempurnaan Panca Sradha (lima keyakinan). Pemakaian di sisi kiri untuk perawan dan kanan untuk yang sudah menikah. Kain kotak-kotak hitam putih sebagai perwujudan keseimbangan. Tuhan menciptakan selalu berpasang-pasangan seperti adanya hitam putih, baik buruk, yin dan yang.

Bali mengajarkan kita untuk menghargai alam, peduli lingkungan, serta toleransi.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *